Rabu, 09 Januari 2013

seni dan budaya sebagai perekat keutuhan bangsa berbhineka


Di sinilah kesempatan kalau kita mau membangun bangsa secara bersama-sama melalui budaya karena dengan budaya-lah kita menjadi besar dan kuat.
Sejak Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, tarian tor-tor, serta beberapa budaya lainnya yang hampir diklaim oleh Malaysia, tampaknya akhir-akhir ini bangsa Indonesia, baik masyarakat maupun pemerintah, sudah mulai berbenah diri. Dalam artian, kekayaan-kekayaan budaya yang terkandung dalam rahim bangsa yang sudah ada sejak zaman leluhur, satu per satu mulai diperhatikan, didata, dilestarikan, dan dikembangkan. Hal tersebut dilakukan selain untuk menjaga kebudayaan sebagai kekayaan bangsa, juga untuk menumbuhkembangkan dan memanfaatkan kebudayaan tersebut sebagai aset kemajuan bangsa.

Salah satu bukti dari usaha untuk menjaga, mendata, merawat, melestarikan, dan mengembangkan budaya tersebut, seringnya digelar perbincangan, atau dialog tentang kebudayaan. Seperti kali ini yang dilakukan oleh Komunitas Negeri Limadaya yang mengadakan dialog kebudayaan. Dialog yang mengangkat tema "Seni Budaya Nusantara sebagai Lumbung NKRI" tersebut menghadirkan Bambang Wibawarta (Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI), Muh Hanif Dhakiri (Komisi X DPR RI), serta Radhar Panca Dahana (budayawan). Dialog kebudayaan yang berlangsung pada 21 November 2012 di Resto Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, tersebut dimoderatori oleh Iwan Kurniawan (jurnalis).

Bambang menyampaikan bahwa seni budaya atau budaya berfungsi sebagai pengetahuan, alat diplomasi, dan juga berkaitan dengan ekonomi yang secara keseluruhan semuanya itu terkandung dalam UUD 1945. "Dalam hal ini, undang-undang dijadikan sebagai payung besar. Sejatinya memfasilitasi, jangan mengatur yang nanti isinya menjadi penyakit. Memberi fasilitas, lindungan, dan payung hukum," kata dia.

Menurut dia, yang paling penting adalah bagaimana mengawal titik singgung atau pertemuan antarbudaya lokal. Hal ini, kata dia, butuh strategi karena kalau dibiarkan begitu saja akan memicu konflik. Oleh sebab itu, dibutuhkan undang-undang kebudayaan sebagai acuan. "Saya berharap undang-undang kebudayaan ini ada pilar-pilar penting, seperti kesadaran bahwa kita sangat beragam, dan undang-undang tersebutlah yang mengatur bagaimana mengelola keberagaman. Menjadikan kearifan lokal menjadi kearifan nusantara (nasional). Saling memahami bahwa kita ini berbeda," ungkap dia.

Muh Hanif Dhakiri (anggota Komisi X DPR RI) menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara dengan tingkat keberagaman etnik yang tinggi, kebinekaan atau pluralitas, adalah realitas yang tidak dapat dimungkiri. Sehubungan dengan realitas ini, kata dia, pembangunan di sektor kebudayaan harus bertumpu pada sistem sosial yang bercorak bhinneka dan pluralitas. Sementara itu, pengembangan kebudayaan yang sudah dilakukan sampai saat ini, menurut dia, belum sepenuhnya sesuai dengan harapan karena masih rentannya soliditas budaya dan pranata sosial yang ada dalam masyarakat sehingga potensi konflik belum sepenuhnya teratas.

"Saat ini kebudayaan nasional kita mendapat tantangan besar yang akumulatif, yaitu fundamentalisme agama dan pasar. Agama bisa berkembang karena menjadi proses kebudayaan. Demokrasi kita maju, intoleransi sosial semakin tinggi. Infundamentalisme ini masuk pada budaya. Fundamentalis pasar, sebagai sebuah bangsa kita tidak bisa menutup diri. Banyak hal di republik ini yang baik. Bagaimana memiara, mengelola, dan mengembangkannya sebagai nilai lebih," kata dia.

Budayawan Radhar Panca Dahana menyampaikan bahwa setelah kerap kali mengunjungi kota-kota yang ada di Indonesia, dia mendapatkan bukti betapa kesenian atau kebudayaan itu ampuh luar biasa. Proses pembudayaan Indonesia, menurut dia, dilakukan melalui sastra lisan, dituturkan. Menuturkan sebuah karya kemudian dicipta ulang oleh penutur berikutnya. Kerjanya menjadi kerja komunal. "Kalau personal, invidual kerap terpisah dari publiknya, dan ini yang kerap dilakukan oleh bangsa Barat. Sedangkan kesenian rakyat, siapa saja boleh datang. Menjadi peristiwa bersama, dalam hal ini seni menjadi peristiwa kolektif dan diwariskan. Sehingga ada nilai kuat yang terkandung yang membuat masyarakat menjadi kuat," ungkap Radhar.

Menurut Radhar, seni selalu menyusuaikan diri dengan tempo dan kemutakhiran. Hidup dengan artistik dan menjadi rekat dengan masyarakat. "Saya kira, sampai detik ini, semua rapat karena kebudayaan. Jangankan dengan kebudayaan atau budaya yang lain, hanya dengan sastra tutur saja kita bisa kuat dan menang.

Dia menambahkan banyak hal dan faktor kebudayaan yang menjadi landasan bangsa ini. "Jadi, aspirasi daerah itu harus diakomodasi jangan lewat partai. Di sinilah kesempatan kalu mau kita bangun bangsa secara bersama-sama melalui budaya karena dengan budayalah kita menjadi besar dan kuat," ungkap Radhar.
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/106411http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/106411

Tidak ada komentar:

Posting Komentar